Cari Blog Ini

Kamis, 18 November 2010

He Loves me Not

Aku sedang surfing di internet saat ponselku berteriak nyaring. Aku buru-buru mengambilnya. Ah, ternyata dari Sun Kyu, sepupu sekaligus teman sekamarku di asrama. Aku menggeser slide ponselku untuk mengangkat telponnya.
“Ah Reen, tolong bilangin Paman Han untuk membuka pintunya! Aku ada diluar dan pintunya gag bisa dibuka neh!” Sun Kyu langsung merengek di telpon.
“Iya, iya! Aku akan bilang Paman Han! Kamu sabar aja yah tunggu di depan!” aku hanya tersenyum sambil beranjak dari meja belajarku. Sambil berjalan menuju kamar Paman Han, penjaga asrama putri, yang terletak di lantai satu, aku melamun. Hhhhhhh………enaknya jadi Sun Kyu! Dia dan pacarnya selalu terlihat mesra. Kemana-mana berdua salau terlihat bahagia, dan orang-oarang langsung tau kalo mereka itu sepasang kekasih. Tidak seperti aku dan cowokku. Dia tidak pernah bersikap mesra padaku. Aku heran, apakah dia benar-benar mencintaiku?
Pintu kamar Paman Han terbuka sedikit. Dari dalam terdengar suara TV. Aku mengetuk pintu kamar Paman Han. “Paman Han, permisi! Aku mau pinjam kunci pintu depan! Sun Kyu baru saja pulang!”
“Oh, Ah Reen sshi[1]!” Paman Han melongok dari dalam kamarnya, lalu dia beranjak menuju lemarinya dan mengambil sebuah kunci. “Ini kuncinya, jangan lupa pintunya nanti dikunci lagi ya! Dan kunci ini harus dikembalikan padaku!” pesan Paman Han. Matanya terlihat merah dan  dari mulutnya tercium bau soju[2].
“Pamah, kau minum-minum lagi ya? Jangan terlalu banyak minum, tidak baik untuk kesehatanmu!” aku tersenyum sambil kembali menasihatinya tentang kebiasaan minumnya yang tidak pernah hilang. Paman Han hanya senyum sambil menggaruk-garuk bagian  belakang kepalanya. “Oh ya Paman, terima kasih ya!” aku menggoyang-goyangkan kunci yang ada di tanganku sambil berlari ke pintu depan.
Saat aku ada di pintu depan, aku melihat Sun Kyu dan Zhou Mi, cowoknya, sedang duduk di kursi depan, kepala Sun Kyu diletakkan di bahu Zhou Mi. Dan lagi-lagi aku merasa iri melihat kemesraan mereka berdua. Aku berdehem untuk memberi tahu mereka berdua kalo aku ada di sini dan aku ngeliat mereka berdua. Sun Kyu langsung mengengkat kepalanya dari bahu Zhou Mi.
“Ah Reen! Gumawo[3]! Kamu udah bukain pintunya!” ucap Sun Kyu, lalu dia berdiri “Zhou Mi, aku masuk dulu yah!” ucapnya dengan nada manja. Ah, memang begitulah Sun Kyu kalo ngomong. Nadanya selalu manja. Tak heran kalo Zhou Mi sayang banget sama dia.
“Ya udah, kamu masuk dan langsung bobo ya! Love you, aein[4]!” ucap Zhou Mi sambil mengecup kening Sun Kyu. Ya ampuuuunnnn……bikin iri aja sihhhh…… Aku cuma geleng-geleng kepala melihat adegan ini  berlangsung tepat di depanku. Aku dan Sun Kyu langsung masuk dan tak lupa mengunci pintu dan mengembalilkannya ke Paman Han.
“Sun Kyu…..” panggilku saat aku dan dia menaiki tangga menuju kamar yang terletak di lantai lima.
“Sunny! Aku gag mau dipanggil Sun Kyu! Nama itu kampungan, Ah Reen!” Sun Kyu langsung memotong ucapanku sambil cemberut. Aku hanya mengangkat bahu. Dia berbalik menghadapku dan mulai berjalan mundur. “Ah Reen, sudah berapa kali aku bilang kalo orang-orang gag boleh lagi manggil aku Sun Kyu? Aku gag suka nama itu!” ucapnya, tapi dengan wajah tersenyum bahagia.
“Oke, oke! Sunny, aku cuma mau nanya kenapa kamu sekarang malah sering pulang di atas jam asrama? Sejak kamu dan Zhou Mi mulai pacaran bulan lalu, aku ngitung udah lima kali kamu pulang di atas jam sepuluh malam! Kamu tau sendiri kan, kalo pintu asrama dikunci jam sepuluh!”
Sunny memutar bola matanya. “Nnnnnggggg, abisnya Zhou Mi selalu ngajak aku kencan! Masa aku mau nolak ajakannya?” ucapnya lagi-lagi sambil tersenyum. Duh, susahnya kalo ngomong sama orang yang lagi falling in love! “Kamu sendiri emangnya gag pernah kencan sama Ki Bum sampe malem?”
Aku menggelengkan kepala.
“Wah, emang dasarnya kalian berdua itu anak rajin ya? Sampe kencan aja gag pernah melanggar jam malam asrama kita!” Sun Kyu tersenyum menggoda.
“Gimana mau melanggar jam malam kalo kita kencan tuh cuma makan atau pergi ke perpustakaan…….” Aku cuma nyengir kecut. Tapi itulah kenyataannya. “Aku sendiri pun bingung, apa dia itu bener-bener sayang sama aku atau cuma menjadikan aku tameng dari cewek-cewek yang ngejar-ngejar dia……….”
“Yang bener? Ah Reen, kamu jangan ngomong gitu dong! Kan belum tentu Ki Bum sejahat itu!” ucap Sun Kyu sambil membuka pintu kamar lalu langsung merebahkan tubuh di ranjangnya. “Dia belom sempat ngajak kamu jalan mungkin gara-gara tugas dan kegiatan kampusnya yang seabrek!” tambah Sun Kyu lagi.
“Mungkin juga sihhhhh…….” Aku lalu kembali ke depan laptopku sambil ngerjain tugas kampus yang, emang bener kata Sun Kyu, seabrek banyaknya. Sambil mengetik paper, aku kembali teringat kejadian sore tadi. Entah kenapa, tapi aku bisa mengerjakan tugasku meskipun aku sedang melamun. Sore tadi, setelah selesai kuliah aku mengajak Ki Bum untuk makan malam bareng. Dia mengiyakan, tapi aku harus menunggunya karena dia harus memberi bimbingan pada adik kelasnya. Maklum, dia jadi asisten dosen untuk mata kuliah International Regimes dan International Politics System. Dia ada janji dengan juniornya untuk diskusi mata kuliah International Regimes di perpustakaan universitas. Aku akhirnya menunggu di perpus juga, tapi aku nunggu di lantai satu sementara dia dan kelompoknya diskusi di lantai empat. Cukup lama aku menunggu, sekitar tiga jam. Setelah itu aku dan Ki Bum langsung pergi makan ke resto favorit kita berdua. Dibilang favorit itu pun karena resto itu terletak di tengah-tengah antara Universitas Inha dan asrama putri tempat aku tinggal.
“Ayo kita pulang! Aku akan mengantarmu sampai di depan asrama!” ucap Ki Bum sesaat setelah kita selesai makan.
“Loh, kenapa? Kita kan baru aja selesai makan? Aku ingin mendengar ceritamu tentang diskusi tadi!” aku protes, karena kita baru aja selesai makan. Tapi dia udah mau pulang aja.
“Asrama kan di tutup jam sepuluh, dan sekarang udah jam setengah sepuluh! Aku gag mau kamu terlambat, Ah Reen…….” Ucap Ki Bum lembut. Aku hanya bisa diem saat dia ngomong kaya’ gitu.
“Ah Reen!” Sun Kyu tiba-tiba membuyarkan lamunanku.
“Ada apa, Sunny?” aku berbalik menghadap Sun Kyu.
“Kamu kenapa sih? Dari tadi aku panggil kog malah ngelamun? Eh, kenapa kamu gag tanya langsung aja ke Ki Bum gimana sebenernya perasaannya ke kamu?” Sun Kyu mengangkat-angkat alisnya.
So desu ka?[5] I don’t think so…….” Aku mengangguk-angguk gag yakin.
“Yeeee…..aku kasih saran kog malah ragu-ragu? Udah, turutin aja saranku! Dari pada kamu terus-terusan ngerasa gag enak dan penasaran gimana sebenernya perasaan Ki Bum  ke kamu?” desak Sun Kyu.
Demo[6]……”
“Aduuuhhhh……gag usah banyak tapi-tapian! Dan jangan pake bahasa nenekmu lagi! Kamu ngerti sendiri dari kecil aku gag begitu suka bahasa Jepang!” Sun Kyu memotong ucapanku sambil cemberut. Melihat itu, aku tersenyum karena Sun Kyu punya pipi yang chubby, jadi kalo dia lagi cemberut pipinya kan terlihat tambah besar. “Lagian aku kan murni mau bantuin sepupuku tersayang  yang tinggal sendirian di Korea gara-gara orang tuanya bulan madu ke dua di Perancis!” ucap Sun Kyu sambil memutar bola matanya.
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Aku jadi teringat dengan kedua orang tuaku yang sekarang ada di Perancis. Mereka pergi ke sana karena mendengar kakek dari pihak mamaku sakit. Mamaku campuran Perancis-Jepang, dan sejak kecil tinggal di Perancis. Lalu mama mendapatkan pekerjaan di Seoul, lalu kemudian menikah dengan papa yang orang Korea asli. Sejak kecil mama tinggal di Perancis, tapi dia tetap diajari bahasa Jepang oleh nenek yang orang Jepang. Dan aku yang sejak lahir sampai kuliah tinggal di Korea, juga diajari bahasa Perancis dan Jepang oleh mama. Gag heran, selain bahasa Korea dan Inggris, aku juga mahir berbicara dalam bahasa Jepang dan Perancis. Dulu waktu aku kecil, aku sempat diolok-olok teman-temanku gara-gara wajahku yang gag mirip papaku. Apalagi mataku yang gag ada sipit-sipitnya. Aku hanya mewarisi kulit putih dan bibir tipis serta pipi yang agak chubby dari papa. Sementara itu, mataku cukup lebar dan berwarna abu-abu, seperti mata mama dan kakek. Juga hidung mancung dan rambut coklat terang yang aku warisi dari gen kakek.

***

“Ki Bum sshi, sebenarnya apa artiku bagimu?” aku akhirnya menanyakan hal itu saat aku dan Ki Bum makan di cafè setelah nonton di bioskop.
“Apa maksudmu?” Ki Bum memandangku sekilas, lalu ia memalingkan wajahnya. Dan itu membuatku sedikit kesal.
“Aku bertanya padamu, apa artinya aku buat kamu? Apa aku hanya kau anggap sebagai kekasihmu atau aku hanya kau anggap sebagai tameng agar cewek-cewek di kampus tidak mendekatimu lagi?” aku bertanya dengan nada suara tinggi. Aku tidak memperhatikan tatapan orang-orang yang tertuju pada kami berdua.
“Ah Reen, apa aku perlu menjawab pertanyaan konyolmu? Sudahlah, cepat habiskan makananmu lalu aku akan mengantarmu pulang!” Ki Bum menjawab tanpa mellihat ke arahku. Tapi perkataan Ki Bum barusan seakan-akan menjawab semua pertanyaanku selama ini. Ternyata dugaanku tepat, dia tidak pernah menganggapku sebagai kekasihnya, aku hanya sebagai tameng untuknya agar dia tidak lagi didekati cewek-cewek.
Aku tidak ingin menangis di depannya, dan tanpa mengucapkan kata-kata apa pun aku bergegas meninggalkan cafè. Aku tidak memperdulikan saat aku bertabrakan dengan Sun Kyu dan Zhou Mi saat di pintu masuk. Yang aku inginkan saat ini adalah aku sendirian, dan aku tidak menginginkan orang lain. Namun, meski aku ingin sendirian pikiranku masih saja teringat pada Ki Bum. Aku berjalan sambil menangis, tidak ku pedulikan tatapan orang-orang padaku, aku hanya mengikuti kemana kakiku melangkah. Cukup lama aku berjalan, hingga aku menemukan taman dan aku duduk di salah satu kursi yang ada disana. Tiba-tiba ada seseorang yang duduk di sebelahku.
“Maaf nona, aku memeperhatikan dari tadi anda menangis terus. Ada masalah?” tanya lelaki itu ramah. Aku terkejut karena tiba-tiba ada orang yang mengajakku berbicara. Aku menghapus air mataku dan mencoba tersenyum.
“Aniyo, ahjusshi[7]! Aku tidak apa-apa! Terima kasih sudah mengkhawatirkanku!”
“Oh, begitu? Syukurlah, karena aku berpikir bahwa kau menangis karena kau sedang bertengkar dengan kekasihmu!” ucap pria itu lagi. Dia mengulurkan sapu tangan, tapi aku menolaknya.
“Kamsahamnida, ahjusshi! Tapi aku tidak apa-apa! Aku baik-baik saja kog!” aku mencoba mengelak, tapi saat aku menatap matanya aku merasa lain. Yeah, mungkan karena tidak pernah ada laki-laki yang menatap matakku meski pun itu kekasihku sendiri Ki Bum. Ah, mengingat nama itu air mataku kembali mengalir tanpa bisa ku cegah.
“Nona, anda tidak apa-apa? Kalau kau ada masalah kau bisa menceritakannya padaku! Tidak apa-apa!” lelaki tersebut terdengar khawatir. Tapi entah kenapa aku malah ingin sekali bercerita pada lelaki asing ini. Lalu tanpa bisa aku hentikan lagi, aku menceritakan semua kesedihanku tentang sikap Ki Bum selama ini padaku, bahwa dia sama sekali tidak perhatian dan menunjukkan rasa sayangnya. Juga kekecewaanku karena jawabannya tentang pertanyaanku tadi, apa arti diriku bagi Ki Bum sendiri.
“Yah, aku turut sedih mendengar kisahu barusan! Dan, hei! Ku pikir wanita cantik sepertimu tidak pantas untuk pria menyebalkan seperti dia! Kau harus mendapatkan pria yang lebih baik, dan ku rasa banyak pria baik di luar sana!” lelaki itu mencoba menghiburku. Aku tersenyum simpul untuk menghargai usahanya, tapi tetap saja aku merasa bahwa akulah yang tidak cukup baik untuk Ki Bm sehingga aku tidak dicintai olehnya.
“Sudahlah, seka air matamu dan carilah lelaki baru! Tinggalkan saja dia, toh menurutmu dia tidak mencintaimu kan? Aku yakin suatu hari nanti kamu akan menemukan lelaki yang jauh lebih baik!” ucap lelaki itu sambil mengulurkan sapu tangannya kembali. Aku menyeka air mataku menggunakan sapu tangan pemberian lelaki itu, tapi sesaat kemudian mataku terasa perih dan kepalaku mulai terasa pusing.
“Ahjussi, kamsahamnida atas kesediaamu mendengarkan ceritaku dan juga nasihatnya! Kurasa sudah waktunya aku pulang, karena sekarang sudah larut malam! Sekali lagi jeongmal kamsahamnida!” aku membungkuk sedikit, karena kepalaku mulai berdenyut-denyut hebat. Ugh, mungkin aku terlalu banyak menangis.
“Hei, tunggu dulu! Kau mau meninggalkanku begitu saja? Mana imbalan atas usahaku mendengarkan ceritamu dan juga atas sapu tangan itu?!” lelaki itu berubah kasar, dia juga mencekal tanganku dengan keras.
“Ahjusshi, apa-apaan kau!? Lepaskan tanganku!” aku mulai panik.
“Sudahlah, tidak usah teriak seperti itu! Kau tahu sendiri kan di dunia in tidak ada yang gratis, dan aku ingin imbalan atas jasaku mendengarkan ceritamu barusan!!” lelaki itu mencoba memelukku.
Aku berontak tapi kekuatanku seakan-akan tidak ada artinya daripada kekuatan lelaki itu. Aku mulai berteriak dan menangis lagi, sementara lelaki itu berhasil memelukku. Kali ini dia berusaha menggerayangi seluruh tubuhku, tapi aku terus melawan dan berteriak minta tolong. Aku tidak ingin kehormatanku dirampas oleh orang yang tidak bertanggungjawab seperti lelaki ini. Dan sambil menangis dan menghindari tanga lelaki ini, aku memikirkan orang-orang yang kusayangi. Dan tanpa bisa ku kontrol wajah Ki Bum pun datang setelah wajah kedua orang tuaku. Aku terus menjerit dengan seluruh usahaku, mencoba meminta tolong pada orang-orang yang mungkin saja lewat.
Lalu tiba-tiba aku merasa pelukan lelaki itu terlepas, dan aku terjatuh ke tanah akibat rasa pusing yang masih menjerat. Aku seakan-akan melihat bayangan Ki Bum memukul lelaki itu, lalu seorang wanita mengangkat kepalaku dan menepuk-nepuk pipiku. Ah, Sun Kyu, aku pun sayang pada sepupuku ini. Kemudian terdengar jeritan dan segalanya menjadi hitam.

*******
Aku kembali tersadar dengan kepala yang masih terasa berat, dan hal pertama kali yang aku lihat adalah warna putih langit-langit sebuah kamar. Ugh, aku ada dimana? Langit-langit kamarku berwarna biru laut, bukan putih seperti ini. berarti ini bukan kamarku, lalu ini kamar siapa? Aku tidur dimana? Lalu ingatan tentang lelaki yang mencoba merampas kehormatanku kembali menyerangku, dan air mataku kembali mengalir. Aku ada dimana? Apa aku ada di kamar lelaki itu? Tidak! Tidak!! Itu tidak mungkin!!! Isak tangisku semakin keras sementara badan dan kepalaku masih terasa berat.
“Ah Reen, kamu kenapa? Ada yang sakitkah? Aku panggil dokter ya?” suara Sun Kyu terdengar khawatir. Aku menoleh ke samping dan ku temukan wajah Sun Kyu terlihat khawatir. Tangisku semakin keras saat aku menemukan wajah yang aku kenal. Dan Sun Kyu segera memelukku.
“Sssstttt……sudah kamu tidak apa-apa! Tidak ada yang akan menyakitimu lagi! Kami ada disini melindungimu!” ucapnya terdengar menenangkanku.
“Be..benarkah? In…ini dimana?” aku bertanya sambil terisak-isak menahan tangis.
“Kamu ada di Rumah Sakit Universitas Inha! Kamu semalam pingsan gara-gara kamu menghirup obat bius dalam jumlah yang banyak!” Sun Kyu mengusap-usap kepalaku. Tapi bagaimana dengan lelaki itu? Orang yang berusaha merampas kehormatanku? Apakah aku benar-benar selamat dari dia? Lalu bayangan Ki Bum tadi malam itu apakah hanya ilusi atau dia benar-benar menolongku?
“Kamu tenang saja, pria brengsek itu sudah dijebloskan ke dalam penjara! Sekarang ayahku sedang mengurusnya! Untung saja Ki Bum datang tidak terlambat!” Sun Kyu menjawab semua pertanyaan yang berkecamuk di kepalaku seakan-akan dia bisa membaca pikiranku.
“Lalu, dimana Ki Bum sekarang? Dia baik-baik saja kan?” aku tidak bisa untuk tidak mencemaskan lelaki yang aku cintai ini.
“Sayangnya, Ki Bum sempat terkena luka tusukan di daerah perutnya! Sekarang dia ada di ranjang sebelahmu!” Sun Kyu tersenyum sompati dan menunjuk ranjang sebelah yang tertutup tirai. Aku menoleh, berharap tirai tersebut terbuka tapi ternyata tidak. Aku memandang Sun Kyu dengan tatapan bertanya.
“Ki Bum sedang diperiksa oleh dokter! Sebentar lagi juga selesai! Semalam dia nggak tidur, cuma buat nungguin kamu! Padahal luka tusukannya cukup serius!” Sun Kyu lagi-lagi menjelaskan hal yang aku pikirkan.
Tepat setelah itu, tirai yang memisahkan aku dan Ki Bum terbuka. Seorang dokter diiringi dua orang suster beranjak dari sana tanpa mengucapkan apa-apa. Dan setelah itu aku melihat Ki Bum yang sedang duduk di ranjangnya dan di sebelahnya ada Zhou Mi yang menjaganya. Ki Bum juga sedang melihat ke arahku, pandangannya yang penuh dengan rasa bersalah membuat air mataku kembali keluar. Melihat aku yang menangis lagi, Ki Bum malah turun dari ranjangnya. Dia dengan tertatih-tatih berjalan dan duduk di sisi ranjangku. Aku pun berusaha duduk, dibantu oleh Sun Kyu.
“Bagaimana keadaanmu?” aku mendengar nada khawatir dalam suaranya. Aku tidak berani meatap matanya sehingga aku hanya bisa menunduk, air mataku semakin deras mengalir dari kedua mataku, dan Ki Bum mengusapnya dengan lembut. “Ah Reen, jeongmal mianhe……”
“Ki Bum, Ah Reen! Kita berdua keluar dulu ya? Aku pikir kalian berdua perlu waktu berdua!” Sun Kyu dan Zhou Mi keluar dari kamar, meninggalkan aku dan Ki Bum berdua saja.
“Ah Reen, aku minta maaf! I’m so sorry, honto gomenasai, jeongmal mianhe……” Ki Bum berkali-kali mengucapkan kata-kata itu. Dia menempelkan dahinya ke dahiku. Aku menggeleng. Tidak, bukan kamu yang salah! Semua ini adalah kesalahanku! Aku terlalu egois dan childish, sehingga kita berdua seperti ini! Tapi aku tidak sanggup mengatakannya, aku hanya bisa menangis dan terus menangis.
“An…aniyo…… Aku yang salah, Ki Bum! Aku yang salah sehingga kamu terluka seperti ini!” akhirnya kata-kata ini keluar juga dari mulutku. “Jika aku tidak bersikap kekanak-kanakan pasti kejadian ini tidak akan terjadi!” aku menggeleng-geleng dengan keras. Kedua tangan Ki Bum menghentikan gelengan kepalakku, lalu dengan lembut dia mengangkat daguku sehingga mata kami bertemu.
“Ah Reen, listen to me! Aku yang seharusnya minta maaf, karena selama ini aku tidak pernah mengucapkan kata-kata cinta padamu. Itu karena aku orang yang kikuk dan tidak mudah mengucapkan kata-kata itu. Aku pikir, hanya dengan perbuatan dan perhatianku selama ini kamu sudah cukup mengerti tentang perasaanku. Aku yang seharusnya minta maaf, karena aku seakan-akan tidak pernah memperhatikanmu, mengacuhkanmu. Aku yang seharusnya minta maaf, karena tidak bisa menjawab pertanyaanmu  sewaktu di cafè, karena aku malu, disana banyak orang! Aku yang seharusnya minta maaf, karena aku yang menyebabkan kamu marah dan kamu nyaris diperkosa! Aku yang seharusnya minta maaf, Ah Reen! Bukan kamu!” Ki Bum mengucapkan kata-kata itu dengan lancar dan tegas sambil menatap kedua mataku. “Ah Reen,  listen to me for the last time………”
Ki Bum kemudian mengusap sisa-sisa air mataku, dia tetap menatap kedua mataku dan…”I love you, honey!”
Jantungku seakan-akan lepas dari tempatnya. Dan belum sempat aku menenangkan debaran jantungku, tiba-tiba sesuatu menyentuh bibirku. Sesuatu yang lembut, lembab dan hangat.
THE END


[1] Partikel yang biasanya diletakkan di belakang nama seseorang. Tidak mempunyai arti apa-apa
[2] Sejenis minuman keras di Korea
[3] Terima kasih
[4] Korean : Sweetheart
[5] Ooohhhh….gitu?(Japanese)
[6] Tapi (Japanese)
[7] Paman atau panggilan pada lelaki yg lebih tua yg tidak kita kenal(Korean.red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar